Minggu, 09 Maret 2014

Hendak Disingkirkan Pemda DIY, Warga Suryatmajan Resah


Kamis, 30 Januari 2014 17:52 wib
Gerbang Selatan yang akan dibuka untuk kali pertama (Foto: Prabowo/okezone)
Gerbang Selatan yang akan dibuka untuk kali pertama (Foto: Prabowo/okezone)
YOGYAKARTA - Resah, itulah yang dialami sebagian warga yang memiliki lahan di sisi utara sepanjang Jalan Suryatmajan, Danurejan, Kota Yogyakarta.

Pasalnya, toko dan bangunan serta rumah tempat tinggal yang mereka huni selama ini 'harus' ditinggalkan, karena ada rencana Pemda DIY mengalihkan pintu gerbang utama Kepatihan dari sisi barat di Jalan Malioboro ke sisi selatan di Jalan Suryatmajan.

Pemda DIY melalui Kepala Biro Umum Setda DIY Sigit Haryanta mengatakan, sudah melakukan sosialisasi mulai Desember 2013. Hingga akhir bulan Januari 2014 ini, sudah empat kali melakukan sosialisai terhadap warga.

Rencananya, pada tahun 2015 atau 2016 sudah mulai menganggarkan pembebasan lahan seluas 8.000 meter persegi. Selanjutnya, baru tahap pembangunan fisik dimulai. Sejak awal tahap sosialisasi, warga langsung menolak rencana revitalisasi oleh Pemda DIY tersebut.

Sedikitnya ada 24 kepala keluarga yang bakal terkena dampak rencana itu. Mereka bersatu membuat paguyuban bahkan menunjuk pengacara untuk mempertahankan tanah miliknya.

Salah satunya dokter Vincentia Merry. Pada 2010, dia membeli tanah di Jalan Suryatmajan. Proses transaksi jual beli juga lancar tanpa ada kencala dan April 2011 dia mulai membangun tanah miliknya untuk pendirian apotek. Proses izin di Pemkot Yogya juga lancar.

Izin Usaha pada April 2013 pun terbit dan tidak ada masalah. Apotek miliknya juga belum genap satu tahun berjalan, namun dia sangat terkejut saat ada sosialisasi rencana revitalisasi pemindahan gerbang Komplek Kepatihan di sisi selatan karena lahannya bakal tergusur.

"Rencana pemindahan gerbang Kepatihan terkesan tergesa-gesa. Jika ada rencana tata ruang sejak dulu, pasti tidak akan transaksi jual beli. Ini baru diketahui sejak Desember akhir tahun kemarin," kata Merry kepada Okezone, Kamis (30/1/2013).

Dia menduga, rencana proyek itu hanya ide sesaat dari segelintir orang. Dia merasa Gubernur DIY sekaligus Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, tidak memiliki ide tersebut.

"Pribadi Ngarsodalem (Sultan HB X) arif, adil, bijaksana, dan mengayomi rakyatnya. Mungkin rencana itu datang di luar keinginan Sultan HB X," paparnya.

Senada disampaikan Ninik Wijayanti, selaku Ketua Paguyuban Suryatmajan yang juga memiliki tanah di kawasan tersebut. Dia mengaku heran atas rencana Pemda DIY tersebut.

"Keluarga saya menempati tanah di pojok Jalan Malioboro sudah puluhan tahun bahkan jauh hari sebelum Kemerdekaan, 17 Agustus 1945," kata Ninik.

Ketua RW setempat Hariyanto itu mengaku heran  atas rencana Pemkot Yogya. Meski bersikap netral, tidak berada di Pemda DIY atau warga memilik lahan, dia berharap rencana tersebut dipikirkan kembali.

"Posisi saya netral, sebaiknya dipikir ulang rencana itu karena warga menolak. Saya sejak kecil hingga kepala lima belum pernah melihat gerbang sisi selatan dibuka," katanya.

Dia menjelaskan, hanya dua petak tanah yang statusnya Sultan Groud. Pertama dipakai untuk masjid, dan kedua Bale atau tempat untuk pertemuan warga. Sisanya milik warga yang sudah bersertifikat hak milik maupun ada yang statusnya Hak Guna Bangunan (HGB).

"Saya sendiri ikut merasakan resah, walaupun tempat saya tidak terkena dampak rencana relokasi. Coba kalau rencana itu menimpak Pak Sigit (Kepala Biro Umum Setda DIY), saat sosialisasi sudah saya balik begitu tapi tidak dijawab," jelasnya.

Hariyanto sempat menanyakan status tanah Sultan Ground dalam hukum agraria, namun juga tidak dijawab secara gamblang karena itu merupakan kewenangan Kraton Yogyakarta.
(kem)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar